MAKALAH
ETIKA BISNIS ISLAM
(DOSEN PENGAJAR Dr. SUPAWI PAWENANG, SE.MM.)
ETIKA BISNIS ISLAM
(DOSEN PENGAJAR Dr. SUPAWI PAWENANG, SE.MM.)
Disusun Oleh:
Nama: Dinda Permatasari
Nama: Dinda Permatasari
NIM: 2013030123
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDY AKUNTANSI SEMESTER V
UNIVERSITAS ISLAM BATIK
SURAKARTA
2015
Etika Bisnis Dalam Islam
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegagalan yang paling terasa dari modernisasi yang merupakan akibat
langsung dari era globalisasi adalah dalam bidang ekonomi. Kapitalisme modern
yang walaupun akhirnya mampu membuktikan kelebihannya dari sosialisme,
kenyataannya justru melahirkan berbagai persoalan, terutama bagi negara-negara
Dunia Ketiga (termasuk negara-negara Muslim) yang cenderung menjadi obyek
daripada menjadi subyek kapitalisme. Dikaitkan dengan kegagalan kapitalisme
Barat di negara-negara Muslim tersebut, kesadaran bahwa akar kapitalisme
bukanlah dari Islam kemudian membangkitkan keinginan untuk merekonstruksi
sistem ekonomi yang dianggap “otentik” berasal dari Islam. Apalagi sejarah
memperlihatkan bahwa pemikiran ekonomi, telah pula dilakukan oleh para ulama
Islam, bahkan jauh sebelum Adam Smith menulis buku monumentalnya The Wealth of
Nations. Di samping itu, Iklim perdagangan yang akrab dengan munculnya Islam,
telah menempatkan beberapa tokoh dalam sejarah sebagai pedagang yang berhasil.
Keberhasilan tersebut ditunjang oleh kemampuan skill maupun akumulasi modal
yang dikembangkan. Dalam pengertiannya yang sangat umum, maka bisa dikatakan
bahwa dunia kapitalis sudah begitu akrab dengan ajaran Islam maupun para
tokohnya. Kondisi tersebut mendapatkan legitimasi ayat al-Qur’an maupun sunnah
dalam mengumpulkan harta dari sebuah usaha secara maksimal. Dengan banyaknya
ayat al-Qur’an dan Hadis yang memberi pengajaran cara bisnis yang benar dan
praktek bisnis yang salah bahkan menyangkut hal-hal yang sangat kecil, pada
dasarnya kedudukan bisnis dan perdagangan dalam Islam sangat penting.
Prinsip-prinsip dasar dalam perdagangan tersebut dijadikan referensi utama
dalam pembahasan-pembahasan kegiatan ekonomi lainnya dalam Islam sebagai mana
pada mekanisme kontrak dan perjanjian baru yang berkaitan dengan negara
non-muslim yang tunduk pada hukum perjanjian barat.
RUMUSAN MASALAH
·
Apa pengertian tentang etika bisnis islam?
·
Bagaimana teori etika bisnis islam menurut Maqashid Al Syariah?
·
Bagaimana teori etika bisnis islam menurut Syed Nawab Haidar Naqvi?
·
Bagaimana teori etika bisnis islam menurut Dr. Supawi Pawenang?
TUJUAN PENULISAN MAKALAH
·
Untuk mengetahui pengertian etika bisnis islam
·
Untuk mengetahui teori etika bisnis islam menurut Maqashid Al Syariah
·
Untuk mengetahui teori etika bisnis islam
menurut Syed Nawab Haidar Naqvi
·
Untuk mengetahui teori etika bisnis islam menurut Dr. Supawi Pawenang
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Etika Bisnis Islam
Untuk mengetahui definisi dari etika bisnis Islam tentunya kita harus
mengetahui terlebih dahulu apa definisi dari etika menurut Islam dan etika
bisnis itu sendiri.
a. Definisi etika menurut Islam
Etika berasal dari kata Yunani ethos, yang dalam bentuk jamaknya (ta etha)
bearti adat istiadat atau kebiasaan. Dalam hal ini etika berkaitan dengan
nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala
kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang lain atau dari
satu generasi ke generasi yang lain. Dalam makna yang lebih tegas etika
merupakan studi sistematis tentang tabiat konsep nilai, baik, buruk, harus, benar,
salah dan sebagainya dan prinsip-prinsip umum yang membenarkan kita untuk
mengaplikasikannya atas apa saja.
Secara terminologis arti etika sangat dekat pengertiannya dengan istilah
al-Qur’an al-khuluq atau akhlak, akhlak mengandung beberapa arti, diantaranya:
1) Tabiat, yaitu sifat dalam diri yang terbentuk oleh manusia tanpa
dikehendaki dan tanpa diupayakan,
2) Adat, yaitu sifat dalam diri yang diupayakan manusia melalui latihan,
yaitu berdasarkan keinginannya, dan
3) Watak, yaitu cakupannya melalui hal-hal yang menjadi tabiat dan hal-hal
yang diupayakan hingga menjadi adat. Kata akhlak juga berarti kesopanan atau
agama.
b. Definisi etika bisnis
Etika bisnis adalah seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar dan salah
dalam dunia bisnis berdasarkan pada prinsip-prinsip moralitas. Dalam arti lain
etika bisnis berarti seperangkat prinsip dan norma di mana para pelaku bisnis
harus komit padanya dalam bertransaksi, berprilaku, dan berelasi guna mencapai
daratan atau tujuan-tujuan bisnisnya dengan selamat. Selain itu etika bisnis
juga dapat berarti pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi dan
bisnis, yaitu refleksi tentang perbuatan baik, buruk, terpuji, tercela, benar,
salah, wajar, pantas, tidak pantas dari perilaku seseorang dalam berbisnis atau
bekerja.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa etika bisnis Islam
adalah seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar, salah, dan halal, haram
dalam dunia bisnis berdasarkan pada prinsip-prinsip moralitas yang sesuai
dengan syariah.
Maqashid al-Syari’ah terdiri dari dua kata yaitu: maqashid dan al-syari’ah.
Sebelum menjelaskan pengertian maqashid al-syari’ah secara istilah terlebih dahulu
dijelaskan pengertiannya secara bahasa (lughawi). Apa itu maqashid dan apa itu
syari’ah?
Secara bahasa, maqashid jama’ dari kata maqshid yang berarti kesulitan dari
apa yang dituju atau dimaksud. Secara akar bahasa, maqashid berasal dari kata
qashada, yaqshidu, qashdan, qashidun, yang berarti keinginan yang kuat,
berpegang teguh, dan sengaja. Atau dapat juga diartikan dengan menyengaja atau
bermaksud kepada (qashada ilaihi). Sebagaimana firman Allah SWT : ‘Wa’alallahi
Qashdussabili”, artinya, Allah lah yang menjelaskan jalan yang lurus.
Sedangkan kata syari’ah berasal dari kata syara’a as-syai yang
berarti menjelaskan sesuatu. Atau diambil dari asy-syar’ah dan asy-syari’ah
dengan arti tempat sumber air yang tidak pernah terputus dan orang datang ke sana
tidak memerlukan alat.Atau berarti juga sumber air, di mana orang ramai
mengambil air. Selain itu al-syari’ah yang akar kata berasal dari kata syara’a,
yasri’u, syar’an yang berarti memulai pelaksanaan suatu pekerjaan. Dengan
demikian al-syari’ah mempunyai pengertian pekerjaan yang baru mulai
dilaksanakan. Syara’a juga berarti menjelaskan, menerangkan dan menunjukkan
jalan. Syar’a lahum syar’an berarti mereka telah menunjukkan jalan kepada
meraka atau bermakna sanna yang berarti menunjukkan jalan atau peraturan. Jadi,
secara bahasa syari’ah menunjukkan kepada tiga pengertian, yaitu sumber tempat
air minum, jalan yang lurus dan terang dan awal dari pada pelaksanaan suatu
pekerjaan.
Dengan mengetahui pengertian maqashid dan al-syari’ah secara bahasa, maka dapat
membantu kita menjelaskan pengertian yang terkandung dalam istilah, yaitu
tujuan-tujuan dan rahasia-rahasia yang diletakkan Allah dan terkandung dalam
setiap hukum untuk keperluan pemenuhan manfaat umat. Atau tujuan dari Allah
menurunkan syari’at, dimana menurut al-Syatibi adalah untuk mewujudkan
kemashlahatan manusia di dunia dan akhirat.
Wahbah al-Zuhaili mengatakan bahwa maqasid al syariah adalah nilai-nilai
dan sasaran syara' yang tersirat dalam segenap atau bagian terbesar dari
hukum-hukumnya. Nilai-nilai dan sasaran-sasaran itu dipandang sebagai tujuan
dan rahasia syariah, yang ditetapkan oleh al-syari' dalam setiap ketentuan
hukum. Yusuf Al-Qardhawi mendefenisikan maqashid al-alsyari’ah sebagai tujuan
yang menjadi target teks dan hukum-hukum partikular untuk direalisasikan dalam
kehidupan manusia. Baik berupa perintah, larangan, dan mubah. Untuk
individu, keluarga, jamaah, dan umat. Atau juga disebut dengan hikmat-hikmat
yang menjadi tujuan ditetapkannya hukum, baik yang diharuskan ataupun tidak.
Karena dalam setiap hukum yang disyari’atkan Allah kepada hambanya pasti
terdapat hikmat, yaitu tujuan luhur yang ada di balik hukum.
Ulama Ushul Fiqih mendefinisikan maqashid al-syari’ah dengan makna dan
tujuan yang dikehendaki syara’ dalam mensyari’atkan suatu hukum bagi
kemashlahatan umat manusia. Maqashid al-syari’ah di kalangan ulama ushul fiqih
disebut juga asrar al-syari’ah, yaitu rahasia-rahasia yang terdapat di balik
hukum yang ditetapkan oleh syara’, berupa kemashlahatan bagi manusia, baik di dunia
maupun di akhirat. Misalnya, syara’ mewajibkan berbagai macam ibadah dengan
tujuan untuk menegakkan agama Allah SWT. Kemudian dalam perkembangan
berikutnya, istilah maqashid al-syari’ah ini diidentik dengan filsafat hukum
islam.
Syed Nawab Haidar Naqvi, dalam buku “Etika dan Ilmu Ekonomi: Suatu Sistesis
Islami”, memaparkan empat aksioma etika ekonomi, yaitu, tauhid, keseimbangan
(keadilan), kebebasan, tanggung jawab.
Tauhid, merupakan wacana teologis yang mendasari segala aktivitas manusia,
termasuk kegiatan bisnis. Tauhid menyadarkan manusia sebagai makhluk ilahiyah,
sosok makhluk yang bertuhan. Dengan demikian, kegiatan bisnis manusia tidak
terlepas dari pengawasan Tuhan, dan dalam rangka melaksanakan titah Tuhan. (QS.
62:10)
Keseimbangan dan keadilan, berarti, bahwa perilaku bisnis harus
seimbang dan adil. Keseimbangan berarti tidak berlebihan (ekstrim) dalam
mengejar keuntungan ekonomi (QS.7:31). Kepemilikan individu yang tak terbatas,
sebagaimana dalam sistem kapitalis, tidak dibenarkan. Dalam Islam, Harta
mempunyai fungsi sosial yang kental (QS. 51:19)
Kebebasan, berarti, bahwa manusia sebagai individu dan kolektivitas,
punya kebebasan penuh untuk melakukan aktivitas bisnis. Dalam ekonomi, manusia
bebas mengimplementasikan kaedah-kaedah Islam. Karena masalah ekonomi, termasuk
kepada aspek mu’amalah, bukan ibadah, maka berlaku padanya kaedah umum, “Semua
boleh kecuali yang dilarang”. Yang tidak boleh dalam Islam adalah ketidakadilan
dan riba. Dalam tataran ini kebebasan manusia sesungguynya tidak mutlak, tetapi
merupakan kebebasan yang bertanggung jawab dan berkeadilan.
Pertanggungjawaban, berarti, bahwa manusia sebagai pelaku bisnis,
mempunyai tanggung jawab moral kepada Tuhan atas perilaku bisnis. Harta sebagai
komoditi bisnis dalam Islam, adalah amanah Tuhan yang harus
dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.
Menururt teori teoatroposentris, teori ini menjelaskan bahwa segala sesuatu
harus diorientasikan pada Tuhan karna semua yang terjadi di bumi ini berawal
dan berakhir pasti akan kembali kepada Tuhan. Jika dilihat dari bagan
teori Teoantroposentris dibawah menunjukkan kemenyatuan hubungan saling
terkait antara tuhan dengan makhluknnya,dan hubungan antara manusia satu dengan
manusia lainnya yang dibatasi oleh aturan yang telah ditentukan sebelumnya oleh
Allah.hubungan lain yang saling terkait antara dunia dengan akhirat, individu
dengan sosial, lahir dengan batin, ilmu dengan agama, materi dengan spiritual
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa secara normatif, etika
bisnis dalam AlQur’an memperlihatkan adanya suatu struktur yang berdiri sendiri
dan terpisah dari struktur lainnya. Hal itu disebabkan bahwa dalam ilmu akhlak
(moral), struktur etika dalam Al-Qur’an lebih banyak menjelaskan nilai-nilai
kebaikan dan kebenaran baik pada tataran niat atau ide hingga perilaku dan
perangai. Dengan demikian, etika bisnis dalam Al-Qur’an tidak hanya dipandang
dari aspek etika secara parsial, tetapi juga secara keseluruhan yang memuat
kaidah-kaidah yang berlaku umum dalam agama Islam. Artinya, bahwa etika bisnis
menurut hukum Islam harus dibangun dan dilandasi oleh prinsip-prinsip kesatuan,
keseimbangan/keadilan, kehendak bebas/ikhtiar , pertanggungjawaban dan
kebenaran, kebajikan dan kejujuran. Kemudian, harus memberikan tuntutan visi
bisnis masa depan yang bukan semata-mata 26 mencari keuntungan yang
bersifat “sesaat”, melainkan mencari keuntungan yang mengandung “hakikat” baik,
yang berakibat atau berdampak baik pula bagi semua umat manusia.
Dengan kata lain, etika bisnis menurut hukum Islam, dalam prakteknya
menerapkan nilai-nilai moral dalam setiap aktivitas ekonomi dan setiap hubungan
antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya. Nilai moral
tersebut tercakup dalam empat sifat, yaitu shiddiq, amanah, tabligh, dan
fathonah. Keempat sifat ini diharapkan dapat menjaga pengelolaan
institusi-institusi ekonomi dan keuangan secara profesional dan menjaga
interaksi ekonomi, bisnis dan social berjalan sesuai aturan permainan yang
berlaku.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar